Penggemar film sejenis Detektif Conan, Sherlock Holmes, atau Liar Game, mungkin sudah tidak asing dengan adegan menebak pikiran/tindakan manusia. Contoh adegan: pria muda datang dengan baju tidak mahal tetapi terlihat rapi disetrika, detektif menyebutkan bahwa pria tersebut pasti sudah punya istri. Wow! Semudah itu menebaknya. Seakan semua pria muda itu pasti tidak mau menyetrika baju yang tidak mahal sehingga pasti istrinya yang menyetrika. Jika dia kaya, baru ada pembantu atau laundry terima rapi. Atau jika bajunya mahal, baru dirasa penting untuk disetrika. Sungguh saya tidak percaya hal ini, muncul pertanyaan "Apa semua pria muda tidak mau menyetrika baju yang tidak mahal?" Kemudian teringat setrika jaman dulu yang dipakai ayah sebelum menikah. Ya, ayah memang pria yang rapi sejak muda. Bahkan ia selalu menyimpan sapu tangan dan sisir tipis di saku celananya. Jika ayah (saat muda) menjadi orang yang ditebak dalam adegan film itu, tebakan bahwa ia punya istri karena pakai baju tidak mahal yang rapi adalah tebakan yang salah.
Banyak adegan dalam film sejenis ini, diperagakan oleh kaum muda. Pernah seseorang memberi saya pertanyaan, lalu mengamati gerakan mata. Jika ke kanan artinya saya sedang berimajinasi/berbohong. Jika ke kiri artinya saya tidak berbohong. Bahkan sebagian menebak kepribadian berdasarkan bentuk tulisan tangan. Misal tulisan tangan saya yang miring ke kanan artinya lebih mementingkan perasaan. Wow! semudah itukah menebak manusia? Saya berpikir penilaian tersebut tidak adil jika dilakukan oleh orang yang awam terhadap psikologi dengan hanya modal nonton film. Ada dua hal yang membuat saya merasa ini tidak adil. Pertama, manusia sangat kompleks, beragam, jumlahnya banyak, dan menghadapi situasi yang beragam. Bukan tidak mungkin, ada pengecualian dalam berbagai hal. Penilaian menggunakan satu parameter saja bisa jadi tidak cukup. Kedua, saya mempelajari psikologi bertahun-tahun dan sadar bahwa cakupannya sangat luas. Tidak boleh sembarangan menilai manusia dan memang tidak semudah itu.
Sepengetahuan saya, dalam psikologi ada namanya cognitive bias. Manusia dapat mengalami penyimpangan dalam memberikan penilaian (subjektif) terhadap orang lain atau situasi, sehingga penilaian tersebut menjadi tidak akurat atau tidak rasional. Ada banyak tipe cognitive bias, yang paling saya ingat false consensus effect atau persepsi atas konsensus yang tidak ada. False consensus effect merupakan bias kognitif dari seseorang yang percaya orang lain berpikir dengan jalan yang sama seperti mereka (everybody thinks they are normal). Contohnya: seorang pria tidak suka menyetrika baju. Teman pria tersebut yang juga sesama pria, tidak suka menyetrika baju. Lantas pria tersebut menyimpulkan bahwa seluruh pria tidak suka menyetrika baju. Padahal di dunia ini banyak pria tidak seperti dia dan lingkungannya.
Contoh lainnya: tangan si A sering gemetar dan berkeringat dari kecil karna kondisi tubuh yang tidak sehat. Saat si B melihatnya, ia menyimpulkan A sedang grogi atau gugup. Penilaian salah ini disebabkan pengetahuan B yang kurang atas diri A. Seharusnya si B berpikir "Apakah si A hanya gemetar dan berkeringat pada saat kondisi tertentu?" dan "Apakah manusia yang gemetar dan berkeringat pasti sedang grogi/gugup?" Sebaiknya tidak menilai sesuatu hanya berdasarkan dirinya sendiri.
Contoh lainnya: tangan si A sering gemetar dan berkeringat dari kecil karna kondisi tubuh yang tidak sehat. Saat si B melihatnya, ia menyimpulkan A sedang grogi atau gugup. Penilaian salah ini disebabkan pengetahuan B yang kurang atas diri A. Seharusnya si B berpikir "Apakah si A hanya gemetar dan berkeringat pada saat kondisi tertentu?" dan "Apakah manusia yang gemetar dan berkeringat pasti sedang grogi/gugup?" Sebaiknya tidak menilai sesuatu hanya berdasarkan dirinya sendiri.
Untuk menghindari bias ini, banyak hal yang perlu dilakukan. Saat menggali informasi, tidak boleh terpaku pada informasi awal saja tetapi terus update dengan informasi baru. Semakin banyak informasi yang digali, semakin baik. Perlu juga dilakukan konfirmasi ada/tidaknya kontradiksi. Jangan mengabaikan peluang/kemungkinan. Setelah melakukan sesuatu, jangan hanya dilihat efek positifnya saja untuk pembenaran. Tetapi juga perlu melihat efek negatif, untuk pertimbangan apakah keputusan/penilaian yang diambil sudah tepat.